Mahasiswa
adalah agen perubahan, masa depan bangsa, dan cermin sebuah system pada suatu
bangsa. Sebagai seorang mahasiswa, saat ini saya sadar bahwa banyak sekali
julukan mahasiswa dan beban yang kami pikul. Terkadang saya berpikir, apakah
saya sudah menjadi mahasiswa yang baik? Apa yang sudah saya lakukan selama
menjadi mahasiswa? Apa yang akan saya lakukan setelah nanti tidak menyandang
status mahasiswa lagi nantinya.
Sebagai
seorang mahasiswa yang telah sukses melewati tahun pertama dan sudah tidak
menyandang status “mahasiswa baru” lagi, terkadang banyak hal yang berkecamuk
dipikiran saya. Setelah lepas dari status “mahasiswa baru” beberapa pikiran
mulai muncul dikepala saya, sejalan dengan semakin dekatnya saya dengan kehidupan
nyata (dimana sebagian besar orang mengatakan bahwa kehidupan nyata dimulai
saat anda lulus kuliah). Sebagaimana kebanyakan mahasiswa, saya mulai
memikirkan eksistensi saya didunia ini. Berapa banyak orang yang akan bersuka
cita dengan saya di hari pernikahan saya? Berapa banyak orang yang akan datang
dan berduka untuk saya pada hari dimana saya dimakamkan? Apakah seluruh
keluarga saya akan datang disana? Apakah tanpa saya dunia akan berputar begitu
saja? Apakah eksistensi saya hanya bagaikan debu dua dimensi yang beterbangan
pada realitas tiga dimensi?
Saya
rasa hampir semua orang yang pernah menyandang status mahasiswa dan merasa
bahwa dirinya hidup pernah memikirkan hal tersebut. Karena menurut saya manusia
yang tidak pernah mempertanyakan eksistensinya adalah manusia yang “tidak
hidup” hanya sekedar “tidak mati”. Menurut saya sendiri terdapat perbedaan
antara orang yang “hidup” dengan orang yang hanya “sekedar tidak mati”
.
Sebagai
seseorang yang memiliki pribadi ”free
sprit” saya sering heran apabila masyarakat luas merasa bahwa saya sama
sekali tidak memikirkan apapun. Pada kenyataannya, saya sering bertanya kepada
diri sendiri, apa yang akan saya lakukan setelah saya lulus? Hal ini cukup
sering mengganggu tidur saya. Apakah saya akan melanjutkan pendidikan saya?
Apakah saya akan langsung bekerja? Apakah saya akan mengejar mimpi saya?
Sebenarnya
banyak orang yang memiliki pemikiran seperti saya. Istilah ini dikenal dengan
istilah early twenty’s crisis, sebuah fase kehidupan dimana
terjadi proses transisi masa remaja ke usia puluhan. Disinilah saat dimana saya
semua pikiran itu berkecamuk dikepala saya dan mengganggu tidur dimalam hari.
Menjadi
dewasa bukanlah pilihan dan saya merasa bahwa untuk bertumbuh dewasa
membutuhkan mental yang sangat kuat. Sejujurnya saya belum siap untuk dewasa,
terlalu cepat waktu berlalu rasanya. Terkadang saya masih mengingat cita-cita
masa kecil untuk menjadi dokter atau astronot. Terkadang ingatan saat pertama
kali memenangkan lomba bernyanyi atau lomba menari masih lekat didalam ingatan
saya.
Menjadi
dewasa membutuhkan tanggung jawab yang besar. Saya meragukan diri saya dapat
mengemban tanggung jawab tersebut. Bukan berarti saya bukan orang yang tidak
bertanggung jawab, namun tanggung jawab yang harus ditanggung orang dewasa jauh
lebih besar dari yang pernah saya tahu. Banyak dari kita yang dulu tidak sabar
ingin menjadi dewasa, akan tetapi sekarang saya selalu bertanya kepada diri
sendiri: apakah kita benar-benar ingin tumbuh dewasa? Karena menurut saya masa
kecil merupakan anugerah terindah yang Tuhan untuk saya dan saya merasa belum
siap untuk tumbuh dewasa. Waktu berjalan begitu cepat dan tidak terasa bahwa
menjadi dewasa terkadang sangat menakutkan. Bisa dibilang ketakutan terbesar
saya saat ini adalah menjadi dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar